Tanggapan FK Mata dan The Tarumanagara Centre Kepada BPN Kab. Bekasi Terkait Permasalahan SHM dan HGB di Kawasan Hutan dan Laut
MM, Jakarta, – FK Mata dan The Tarumanagara Centre melayangkan Surat Permohonan Audiensi kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dengan nomor P.003/PA-FKMATA/2024 tertanggal 02 Mei 2024. Selanjutnya, terkait surat tersebut dimana hasil komunikasi Ketua Kelompok Nelayan dan Tani Hutan dengan Hj. Ani Rukmini Ketua Komisi I DPRD Kab. Bekasi, bahwa Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi akan dan siap menerima audiensi pada tanggal 13 Mei 2024 di Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.
Dengan peserta diantaranya Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Tarumanagara Samsuri, S. Pd, Ketua The Tarumanagara Centre Bpk. R. Supian Apandi, Perwakilan Kelompok Tani Hutan BKPH Ujungkrawang Bpk. Taufik dan Perwakilan Kelompok Nelayan Pesisir Pantai Tarumajaya Bpk. Sahil.
Kendati demikian, kegiatan Audiensi atau Pertemuan yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2024 tidak terjadi, “Kami merasa kecewa karena audiensi yang diharapkan tidak terlaksana dengan baik dan juga hanya diterima oleh salah satu Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, bukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi sebagaimana janji yang dibangun dengan Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi” jelas R. Supian Avandi ketua The Tarumanagara Centre.
Menurutnya, Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi akan membuat surat balasan audiensi dan mengagendakan pada hari Senin tanggal 20 Mei 2024 dengan melibatkan leading sektor yang ada (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bekasi, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, KPH Bogor, BKPH Ujungkrawang, Kepala Desa Segara Jaya, Desa Hurip Jaya, Desa Samudra Jaya dan Desa Pantai Makmur).
Ada pun Mata Pembahasan dari FK Mata dan The Tarumanagara Centre sebagai berikut :
1. Dasar terbitnya Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Guna Bangunan pada Kawasan Hutan BKPH UJungkrawang dan Kawasan Pesisir Tarumajaya sampai ke Laut Lepas.
2. Banyaknya arel pada kawasan hutan BKPH Ujungkrawang dan Pesisir samapai Laut Tarumajaya dan Muaragembong yang dimanfaatkan oleh pengusaha dan dijadikan bancakan oleh para oknum dalam menyingkirkan usaha ekonomi masyarakat karena dengan dasar memiliki sertifikat pada kawasan tersebut.
3. Belum adanya penyelesaian dari Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi terkait point 1 (satu) pada materi pembahasan dari tahun 2019-2020 berdasarkan hasil audit BPKP pada Kementrian LHK tentang munculnya Sertifikat Hak Milik pada Kawasan Hutan BKPH Ujungkrawang yang terbit pada tahun 1980-1987 dimana kami dari FK MATA dan The Tarumanagara Centre sudah mengirimkan surat nomor 025/TTC/Ext.IX/2021 tertanggal 21 September 2021 perihal Permohonan Informasi Penerbitan Sertifikat pada Kawasan Hutan BKPH Ujungkrawang dan Pesisir Pantai Tarumajaya dan Muaragembong.
Sumber data yang disampaikan:
3.1. Hasil Audit BPK pada Kementrian LHK tentang muculya Sertifikat pada Kawasan Hutan BKPH Ujungkrawang yang terbit pada tahun 1980-1987;
3.2. Hasil Overlay Peta Bidang Tanah BPN bersumber pada Peta bhumiatrbpn.go.id dengan Batas Desa di Kecamatan Babelan, Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong;
3.3. Hasil Overlay Peta Bidang Tanah BPN bersumber pada Peta bhumiatrbpn.go,id dengan Peta Kawasan BKPH Ujungkrawang sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Tahun 2014, Nomor: SK. 4109 /Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Ujungkrawang seluas 11.655,42 (Sebelas ribu enam ratus lima puluh lima dan empat puluh dua perseratus) Hektar di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat;
Jawaban dari BPN Kabupaten Bekasi
1. Peta yang muncul pada aplikasi sentuh tanahku dan peta bhumiatrbpn.go.id untuk data yang dimaksud adalah disclaimer peta.
2. BPN Kabupaten Bekasi sedang membenahi peta-peta yang ada untuk bisa di integrasikan menuju Peta Lengkap Kabupaten Bekasi dan kejadian ini bukan hanya ada di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi saja, melainkan kemungkinan besar ada juga di Kantor Pertanahan kabupaten dan kota lainnya.
3. Terhadap data yang tersajikan oleh FK MATA dan The Tarumanagara Centre akan dilihat dan disesuaikan dengan peta yang ada pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.
4. Beliau secara pribadi tidak menjamin akurasinya terhadap peta yang ada di bhumiatrbpn.go.id yang disajikan tetapi akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
5. Terhadap data sertifikat yang ada pada kawasan hutan itu adalah produk lama dan program bersama yang sudah mendapatkan persetujuan dari Kementrian Kehutanan dulu (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI).
6. Setiap peta bidang yang muncul di aplikasi bhumiatrbpn.go.id adalah bidang yang sudah memiliki NIB (Nomor Induk Bidang) jadi tidak mungkin ada bidang sertifikat yang muncul di kawasan hutan ataupun di laut.
7. Meminta ditunjukan data dan atau salah satu data kepemilikan sertifikat yang muncul di kawasan hutan atau di laut.
8. Meminta data NIB yang ada dalam data yang di tampilkan oleh FK MATA dan The Tarumajaya Centre.
9. Untuk lebih detail pembahasannya akan diundang secara resmi untuk audiensi pada hari Senin tanggal 20 Mei 2024 untuk audiensi dengan melibatkan semua leading sektor terakait baik internal maupun eksternal BPN Kabupaten Bekasi.
Lebih lanjut, FK Mata dan The Tarumanagara Centre menyimpulkan dari hasil pertemuan dengan pihak BPN Kabupaten Bekasi pada tanggal 13 Mei 2024 sebagai berikut:
1. Tidak adanya keseriusan dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi terkait permasalahan timbulnya sertifikat pada kawasan hutan BKPH Ujungkrawang dan Kawasan Pesisir Pantai sampai Laut Tarumajaya.
2. Adanya pengingkaran dan seolah-olah melepaskan tanggungjawab terhadap permasaahan yang ada dengan menyatakan disclaimer peta pada aplikasi sentuh tanahku dan bhumiatrbpn.go.id.
3. Tidak konsistenya Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dengan terbitnya bidang-bidang sertifikat dengan meminta data dan atau menunjukan data pada kami, dan setelah ditunjukan datanya, beliau mengatakan bahwa itu produk lama dan mereka pun pusing. Mereka saja yang merupakan lembaga yang tugas pokoknya menerbitkan sertifikat pusing, apalagi kita yang bukan pemangku kebijakan.
4. Terkait dengan terbitnya sertifikat pada kawasan hutan dan pesisir pantai sampai dengan laut, terindikasi adanya upaya dan praktek-praktek mafia tanah dengan cara menerbitkan sertifikat dengan tidak memilki dsar penerbitan atau mal administrasi.
5. Terhadap point 4 (empat) diatas perlu adanya penggalian lebih lanjut terhadap semua unsur terkait dimulai dari Pemohon, Kepala Desa dan BPN itu sendiri.
6. Secara administrasi dengan munculnya bidang sertifikat yang terpetakan pada aplikasi bhumiatrbpn.go.id pda kawasan hutan dan pesisir pantai sampai laut adalah mal administrasi dan diindikasikan adanya tindakan korupsi dengan menggunakan anggaran negara untuk menerbitkan legalitas bukan pada tempatnya.
7. Dengan munculnya permasalahan tersebut, masyarakat di sekitar kawasan hutan (KTH) dan Nelayan Pesisir adalah korban nyata bahwa Negara tidak bisa hadir dihadapan masyarakat untuk memperjuangkan kehidupan yang layak, karena lahan yang mereka usahakan sudah diklaim dan dikuasai oleh para mafia tanah dengan bersandar pada legalitas penerbitan sertifikat.
8. Apabila ini tetap tidak bisa selesaikan maka kami akan melanjutkan temuan ini ke jenjang yang lebih tinggi baik ke tingkat kementrian dan Satgas Anti Mafia Tanah.
(*/Red)